
Langit fajar di pagi Lebaran terlihat cerah. Suara takbir menggema dari surau kecil di ujung gang, membangunkan semangat seluruh warga. Di antara hiruk-pikuk suasana mudik, antrean salat Id, dan aroma ketupat dari dapur, ada sepasang suami istri yang menyiapkan koper, bukan untuk pulang kampung, tapi untuk berangkat umroh Syawal.
Mereka adalah Pak Irfan dan Bu Salma, pasangan yang sudah lama menabung untuk berangkat ke Tanah Suci. Tahun ini, setelah Ramadhan yang penuh ibadah dan kesabaran, mereka memutuskan untuk menutup bulan suci dengan perjalanan yang lebih mendalam — umroh Syawal.
“Bulan Syawal bukan hanya waktu untuk bersilaturahmi,” ujar Pak Irfan, “tapi juga saat yang tepat untuk memperkuat ikatan kita dengan Allah سبحانه وتعالى setelah sebulan penuh berpuasa.”
Keutamaan Umroh Setelah Ramadhan
Setelah Ramadhan berlalu, semangat ibadah sering kali menurun. Namun, justru di bulan Syawal, Allah سبحانه وتعالى membuka kesempatan bagi hamba-hamba-Nya untuk menjaga momentum spiritual itu. Melaksanakan umroh di bulan ini menjadi simbol keberlanjutan ibadah dan peningkatan keimanan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji bersamaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Walau begitu, umroh setelah Ramadhan, yakni di bulan Syawal, memiliki makna yang tak kalah dalam. Syawal termasuk dalam bulan-bulan haji (asyhurul hajj), dan menjadi waktu terbaik untuk mereka yang ingin merasakan ketenangan, karena jumlah jamaah belum terlalu padat seperti musim haji.
Bu Salma bercerita, “Saat pertama kali melihat Ka’bah, dada saya terasa sesak haru. Rasanya seperti dipanggil untuk menyempurnakan apa yang belum selesai di bulan Ramadhan.”
Suasana Lebaran di Indonesia: Hangat dan Penuh Kebersamaan
Sebelum berangkat, keduanya sempat merasakan suasana Lebaran di Indonesia yang selalu meriah. Jalanan dipenuhi orang yang mudik, anak-anak kecil berlari dengan baju baru, dan setiap rumah menebar aroma masakan khas Idul Fitri — opor ayam, sambal goreng ati, dan rendang yang sudah mendidih di atas kompor.
Namun di tengah kebahagiaan itu, Pak Irfan dan Bu Salma merasa rindu akan pengalaman spiritual yang lebih mendalam. “Kami bersyukur bisa berlebaran di Tanah Air,” kata Bu Salma, “tapi hati ini terus terpanggil untuk bersujud di depan Ka’bah, berterima kasih langsung pada Allah سبحانه وتعالى atas nikmat yang diberikan.”
Lebaran di Tanah Suci: Tenang dan Penuh Kedamaian
Sesampainya di Mekkah, suasana Idul Fitri terasa berbeda. Tak ada petasan, tak ada baju baru yang mencolok, tapi kedamaian mengalir dari setiap langkah menuju Masjidil Haram.
Masyarakat Saudi biasanya merayakan Lebaran dengan sederhana. Setelah salat Id di masjid, mereka berkumpul bersama keluarga untuk sarapan ringan, lalu sebagian besar kembali ke masjid untuk berzikir dan membaca Al-Qur’an.
Jamaah umroh Syawal seperti Pak Irfan merasakan ketenangan luar biasa. “Di sini, Lebaran bukan soal meriah, tapi soal syukur. Tidak ada hiruk-pikuk, hanya hati yang berbisik lembut kepada Allah سبحانه وتعالى,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Makna Syawal: Bulan Peningkatan
Nama “Syawal” sendiri berasal dari kata syala yang berarti peningkatan. Artinya, setelah Ramadhan, seorang Muslim diharapkan tidak berhenti beribadah, melainkan meningkatkan amal dan ketaatannya.
Melaksanakan umroh Syawal menjadi wujud nyata dari semangat ini — bahwa ibadah tidak berhenti di bulan puasa saja. Bu Salma menuturkan, “Rasanya seperti sedang menyambung Ramadhan. Saat tawaf, saya masih merasa suasana malam-malam ibadah yang panjang, tapi kali ini lebih khusyuk karena tidak ada gangguan duniawi.”
Dari Indonesia ke Tanah Haram: Perjalanan Hati dan Iman
Bagi banyak jamaah, perjalanan umroh Syawal bukan sekadar perjalanan fisik. Ada perjuangan yang mendalam di baliknya. Pak Irfan dan Bu Salma, misalnya, harus menabung selama dua tahun, menahan diri dari membeli hal-hal yang tidak penting, bahkan menunda rencana renovasi rumah.
“Tapi begitu melihat Ka’bah, semua rasa lelah itu hilang. Yang tersisa hanya rasa syukur dan haru,” kata Pak Irfan. “Umroh di bulan Syawal membuat kami merasa disambut dua kali — oleh Ramadhan dan oleh Allah sendiri.”
Pelajaran dari Umroh Syawal
Setelah kembali ke Indonesia, pasangan ini merasakan perubahan besar dalam hidup mereka. Mereka menjadi lebih sabar, lebih ringan dalam menjalani hidup, dan lebih sering mengisi hari dengan amal ibadah.
“Setiap kali mendengar takbir, saya teringat suasana thawaf di Masjidil Haram,” kata Bu Salma. “Saya sadar, Lebaran bukan hanya soal makanan dan pakaian baru, tapi tentang bagaimana kita menjaga kebersihan hati setelah Ramadhan.”
Bagi mereka, umroh Syawal adalah perjalanan spiritual yang mengajarkan arti syukur, kesabaran, dan pengorbanan. Dan setiap Syawal yang datang, mereka selalu berdoa agar bisa kembali lagi ke Tanah Suci, meneguhkan niat dan cinta mereka kepada Sang Pencipta.
Jadi, bagi siapa pun yang ingin merasakan kedamaian seperti itu, tidak ada waktu yang lebih indah selain memulai langkah menuju umroh syawal maret 2026. Karena di balik setiap langkah di Tanah Haram, ada kisah cinta yang Allah سبحانه وتعالى tulis sendiri — kisah tentang hamba yang tak berhenti mencari jalan pulang kepada-Nya.